Saya kuliah di negeri orang. Di satu universitas yang (katanya) masuk peringkat 50 besar dunia. Universitas yang semua orang berusaha mati-matian untuk bisa diterima, dan belajar di sana.
Saya masuk universitas ini, alasannya supaya bisa kabur dari negeri saya sendiri. Muak dengan orang-orang yang memandang saya sebelah mata. Lucunya, waktu saya mendaftar untuk masuk universitas ini, mereka semakin memicingkan mata terhadap saya. Kalau dulu mereka memandang saya sebelah mata, saat saya mendaftar kesini, mereka tidak memandang saya sama sekali.
Yayayaya, memangnya siapa sih saya? Mereka lebih menjagokan anak-anak macam A, B, atau C, yang selalu masuk 5 besar di sekolah, yang sering menang lomba karya ilmiah, atau yang masuk jajaran olimpiade.
Lah, saya? Saya dikenal suka tidur di kelas, hanya bisa pelajaran bahasa inggris, seniman kesasar, orang sinis, dan yang jelek-jelek lainnya. TQ sahabat saya, paling tidak satu minggu sekali, ada yang bertanya kepada dirinya: Kenapa sih kamu masih mau bersahabat sama dia?
Outch… yayayaya, saya tahu itu sakit.
Tapi saya tidak perduli omongan mereka toh. Tidak peduli cemoohan (orang2 yang disebut) teman-teman saya, ataupun pandangan sinis guru-guru saya. Saya berusaha (bukan belajar, saya anti belajar) mati-matian supaya bisa diterima di universitas ini.
As the result? Saya diterima, A, B, atau C nggak ada yang diterima. Tidak ada satupun pendaftar lainnya dari sekolah saya yang diterima disini.
Wow… bangga?
Read the rest of this entry »